A.M. FATWA : KEMBALI KEPADA UUD 1945 SESUATU YANG MUSTAHIL
“Untuk kembali kepada UUD yang asli itu sesuatu yang mustahil, karena itu memang sesuatu yang setback, karena adanya amandemen UUD merupakan tuntutan pertama dari 6 agenda utama reformasi yang sudah kita lakukan”, tegas A.M. Fatwa.
Hal tersebut dikemukakan Fatwa dalam Press Gathering Pimpinan MPR RI dengan Wartawan di Gedung MPR RI Jakarta, Senin (28/9)
Dijelaskan oleh Fatwa, bahwa dunia ini berputar dan berubah, tiada sesuatu yang tetap kecuali Tuhan. Jadi amandemen itu harus berkelanjutan. Amandemen itu sesuatu keniscayaan. Ada koridor yang diatur oleh UUD itu sendiri.
Ada berbagai persyaratan untuk bisa mencapai jalan mencapai koridor itu. Menurut Anggota MPR dari Fraksi PAN ini, “yang paling penting adalah adanya suatu kondisi politik yang tercipta yang menuntut adanya perubahan”.
Sebab kita tahu upaya-upaya untuk merubah UUD itu sekian lama termasuk ketika konstituante itu terbentuk tidak berhasil. Kemudian Dekrit Presiden 5 Juli yang memberlakukannya kembali, dan 40 tahun lebih baru berhasil UUD 1945 diamandemen melalui suatu gerakan politik.
Menurut Wakil Ketua MPR bidang Materi Persidangan ini, bukan saja konsep-konsep dan pembentukan opini, konsep-konsep melalui seminar-seminar, tetapi untuk melakukan amandemen itu memerlukan momentum politik, dan momentum politik itu harus bisa dikondisikan dari gerakan politik. Dan ini pasti terjadi, tapi kapan, itu proses politik.
“Kita mengikuti saja, mengalir mengikuti dinamika masyarakat. Jadi kita memerlukan suatu momentum politik itu diperlukan proses politik, kondisi politik untuk itu”, terang Fatwa.
Seminar-seminar, lalu dengan dukungan-dukungan dari masyarakat, bupati, kepala daerah, wali kota, gubernur sampai lurah sekalipun seluruh Indonesia, bahkan Presiden sekalipun mendesakkan dirubahnya UUD itu, yang mempunyai wewenang itu MPR dan MPR itu tidak bisa, anggota MPR itu tidak mungkin dengan sendirinya bisa melakukan perubahan itu tanpa adanya kondisi obyektif yang mendorong terbentuknya sehingga ada suatu momentum politik.
Ditambahkan oleh Fatwa, dunia berputar terus dan itu akan tercipta kondisi politik yang bisa mendorong politik. “Jadi kita musti ada kesabaran politik untuk itu. Tidak perlu kita risau untuk mencerda bahwa ini amandemen banyak keliru, MPR yang sekarang ini apa, inikan kita melaksanakan saja. Jadi tidak perlu ada yang dipersalahkan. Jadi kita jalankan saja ini”, jelasnya.
Hal sama dikemukakan oleh Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, mengenai wacana kembali kepada UUD 45, “lakukanlah itu semua sesuai dengan ketentuan didalam UUD. Artinya tidak ada hak prerogratif Presiden untuk melakukan ini, tidak ada juga hak prerogratif dari Ketua MPR untuk melakukan kembali UUD”, tegasnya.
“Yang ada adalah ketentuan-ketentuan dari Pasal 37 UUD yang menegaskan bahwa kembali atau tidak kembali, merubah atau tidak merubah aturannya sudah amat sangat jelas pada Pasal 37 ayat 1 & 2 melalui anggota MPR.
“Kami sangat merasakan hal ini sesungguhnya layak untuk dilakukan bahkan perlu untuk dilakukan,” terang Hidayat. (sc)